Yang saat itu masih menjadi pertanyaan,
adalah status semua tim yang berlaga di Liga Indonesia 1994 – 1994. Jika
Galatama masih berstatus non-amatur, sedangkan Perserikatan masih full
amatir. Namun, Nirwan Bakrie, sebagai Direktur Komite Tim Nasional PSSI
dan juga Agum Gumelar, sebagai Ketua Bidang Liga Amatir PSSI, masih
memikirkan nasib kedua lembaga ini. Prinsipnya, cita-cita PSSI kedua
lembaga ini akan melebur menjadi wadah klub yang benar-benar profesional
di kemudian hari.
Kompetisi Liga Indonesia 1994-95,
diikuti 34 tim termasuk Persiba Balikpapan dan PS Bengkulu, yang tahun
1993-94 lalu terlempar ke Divisi I. Dua tim ini dinyatakan berhak ikut
Divisi Utama, sedangkan Aceh Putra mengundurkan diri. Sistem degradasi
juga diberlakukan, yaitu empat tim terbawah, dua dari Barat dan dua dari
Timur. Sedangkan promosi akan dinikmati dua tim terbaik dari Barat dan
Timur Divisi I, sehingga pada musim 1995-96), peserta menjadi 32 tim.
===========================================================================================
Sebelum Liga
Indonesia, pemain asing dinyatakan haram di liga persepakbolaan
Indonesia. Kultur persepakbolaan kita ini fanatisme primordial. Lihat
saja, kalau galatama yang main sepinya stadion seperti kuburan. Berbeda
dengan kalau liga amatir yang tampil, stadion jadi semarak. Penonton
kita memang masih cenderung mengkonsumsi sepak bola sebagai katarsis
dari pelbagai tekanan hidup. Belum dikonsumsi sebagai hiburan.
===========================================================================================
Aroma
disahkan setiap klub menggunakan pemain asing pun menjadi daya tarik
Liga Indonesia. Pelita Jaya yang menjadi klub super kaya di zaman
Galatama, tidak tanggung-tanggung mengontrak legendaris Kamerun – Roger
Milla. Klub Jakarta ini, juga membeli Dejan Glusevic, mantan pemain
nasional Kroasia U-21 yang juara Piala Dunia U-21 tahun 1993. Dari
Gelora Dewata, membeli pemain Brasil Vata Matanu Gracia.Saat
itu diputuskan partai perdana, adalah pertarungan juara Galatama Pelita
Jaya vs juara Perseriktan Persib Bandung, yang berlangsung tanggal 27
November. Try Sutrisno sebagai Wapres membuka partai perdana tersebut di
Stadion Utama Senayan. Pertandingan yang disaksikan hamper 60 ribu
penonton ini, dimenangkan Pelita Jaya lewat tandukan Dejan Glusevic
menit ke-60. Dan itu merupakan gol satu-satunya dalam partai pembuka
liga terbesar di dunia ini.Dalam
tradisi sepakbola yang masih primitif, masalah tawuran antar suporter
atau pun kerusuhan yang kecewa akibat tim yang didukung kalah, masih
mewarnai sepakbola nasional. Bahkan kasus suap atau kasus ‘jual beli’
pertandingan masih mewabah.. Walaupun wadahnya sudah dibungkus
profesional?.Ini terbukti, ketika
Barito Putra, yang menjadi kebanggaan masyarakat Banjarmasin, kecewa
dengan keputusan Komdis PSSI, sehingga nyaris mundur saat Liga Indonesia
masih bergulir. Ketika Barito dihukum secara tidak adil, saat menjamu
PSM Ujngpandang 21 Mei 1995 di Stadion 17 Mei Banjarmasin. Peristiwa
yang tidak kita inginkan juga terjadi, dengan tewasnya Suhermansyah (40)
suporter Persebaya, saat menyaksikan timnya berlaga melawan PSIM
Jogyakarta vs Persebaya Surabaya, 28 Januari 1995.
Peristiwa demi peristiwa yang mencoreng
sepakbola nasional, ditutup dalam partai final yang berlangsung di
Stadion Utama Senayan, antara Persib Bandung vs Petro Kimia Gresik,
Minggu 30 Juli 1995. Tim “Maung Bandung’ sepertinya menjadi juara
sejati, selain meraih gelar juara Liga Indonesia 1994 – 1996, lewat gol
tunggal Sutiono menit 75, juga menjadi klub pertama yang juara tanpa
diperkuat pemain asingnya.